Dibutuhkan 10.000 Sang Pemimpi di Semende

Dalam cerita Sang Pemimpi, Andrea Hirata bercerita tentang kehidupan ketika masa-masa SMA. Tiga tokoh utamanya adalah Ikal, Arai dan Jimbron. Ikal- alter egon Andrea Hirata, sedangkan Arai adalah saudara jauh yang yatim piatu yang disebut “simpai keramatLanjutkan

=============*******************===========

Awal mulanya Ikal  adalah anak seorang anak kuli bangunan PT.Timah di Belitung, dia memiliki teman yang merupakan saudara jauhnya yang sudah yatim piatu yang bernama Arai.  Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, Arai bermimpi untuk mewujudkan cita-citanya belajar di negeri Napoleon Bonaparte, Prancis.

Melihat kondisi kehidupan Ikal dan Arai waktu kecil, adalah suatu kemustahilan untuk mewujudkan cita-cita besarnya belajar ke Prancis. Karena baik Arai maupun Ikal adalah anak-anak Kampung, Miskin, dan tinggal di pedalaman pulau Belitung yang jauh dari kondisi akademis yang bisa menunjang  mimpi mereka.

Namun, dilatarbelakangi oleh mimpi yang besar, gairah hidup yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita mereka, maka setahap demi setahap halangan dan rintangan mampu mereka lalui dengan sukses.

Kesuksesan yang mereka impikan, tidak dijalani dengan mudah. Penuh lika-liku ujian yang terkadang membuat mereka berputus asa. Mereka hidup bagaikan alir mengalir, mereka jalani semua proses-proses manusiawi, bekerja, belajar, naksir perempuan yang mereka sukai, mereka menangis, mereka terkadang melawan dengan orang-orang yang terkadang mencintai mereka dan bahkan mereka juga terkadang gagal mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Namun semua yang dilakukan itu adalah proses dalam mewujudkan mimpi-mimpi besar mereka.

Mereka memiliki mimpi, yang menjadi bahan bakar untuk menggerakkan roda energi dalam tubuh mereka yang terhalang oleh “tirai-tirai kemustahilan” yang harus mereka hancurkan dengan kristal-kristal keringat, dan bahkan air mata.

Menilik kehidupan masa kecil mereka, masa-masa dimana pribadi-pribadi baja mereka terbentuk, maka tida ada salahnya kita menoleh ke belakang dimana kita dibesarkan, dimana kita dilahirkan dengan segala keterbatasan yang ada, bahkan bagian dari kehidupan masa kecil kita tidak jauh kondisinya dengan kondisi mereka yang terpinggirkan oleh sistem, terpatahkan oleh ketiadaan  akan materi, dan kadang tersingkirkan oleh karena kita tidak memiliki jabatan dalam suatu pemerintahan, maka seyogyanyalah kita untuk bangkit  dan berlari mengejar mimpi-mimpi kita yang sangat membara dalam dada dan sanubari kita.

“Tak akan ada yang bisa merubah nasib kita tanpa kita mengubahnya sendiri. Tak ada cita-cita besar yang berhasil dengan  “kundu”  kecil”

Karena memang sudah hukum alam, atau memang digariskan oleh Allah SWT bahwa sesuatu yang besar harus ditopang dan dijalankan dengan energi dan jiwa yang besar. Darimana jiwa dan energi yang besar itu dilahirkan…??  Jawabnya ada di dalam dada kita, dalam fikiran kita, dan hal itu harus ditopang dengan jiwa yang berani meraih resiko yang terbesar sekalipun.

Daerah kita Semende, daerah yang subur, sejuk, damai dan dilengkapi dengan kekayaan SDA yang melimpah sudah seharusnya bukan menjadi “kutukan” karena dengan kekayaan itu kita menjadi tambah malas, menjadi tidak mau memanfaatkan dengan kemampuan kita sendiri, dan bahkan menjadi bulan-bulanan  perusahaan untuk mengambil untung dari daerah kita tersebut kemudian pergi dan menyisakan tanah kerontang, dan polusi yang akan menyengsarakan masyarakat kita sendiri.

Namun saya berkeyakinan, untuk mewujudkan semua itu harus dibudayakan di daerah kita, budaya bermimpi, budaya malu, dan budaya disiplin untuk saya pribadi, dan masyarakat Semende seluruhnya agar kita  tidak menjadi bulan-bulanan dan “menjadi penonton” yang hanya bisa betopang tangan melihat lalu-lalang orang-orang yang mengambil keuntungan di daerah kita tanpa  ikut serta merasakan manfaat dari apa yang dilakukan tersebut

Sebagai kesimpulan artikel sederhana ini, penulis berpandangan: Semende memerlukan pemimpi-pemimpi handal yang akan membangunkan raksasa-raksasa tidur di daerah kita dengan segenap kemampuan kita sendiri, dengan kepalan tangan dan kepala kita sendiri. Kita harus bangkit, tunjukkan pada dunia, bahwa kita mampu, bahwa kita bisa menjadi yang terbaik untuk saya, anda, dan anak cucu kita.

Dengan kenyataan saat ini, kemungkinan penduduk kita belum mencapai 10.000 jiwa, namun dengan semangat dan daya juang yang tinggi, setiap anak yang baru dilahirkan dari tanah Semende harus dibekali oleh mimpi-mimpi, mimpi yang terkadang terlihat “mustahil” namun itulah  bekal calon-calon penerus kemajuan yang akan mengangkat harkat dan martabat masyarakat Semende ke arah yang lebih baik.

Bandung, 09 januari 2010

2 Tanggapan

  1. Satu orang saja bisa kak, kalau bertindak sebagai penggerak.

  2. segala sesuatu hanya komitmen yang sungguh2, kerja keras, dan niat yang suci. bila itu sudah tercipta. bukan mimpi kalau 5-10 tahun kedepan kab muara enim n prov SUMSEL orang semende yang pimpin.

Tinggalkan komentar