Resensi Film Pengejar Angin “Dapunta”

Film teranyar karya sutradara muda Hanung Bramantyo berkisah mengenai perjuangan seorang anak di daerah “Lahat” Sumatera Selatan dalam usahanya meraih cita-cita.

Dapunta, begitu namanya dipanggil, nama tersebut adalah nama seorang tokoh legendaris masyarakat Sumatera Selatan yang dipercaya sebagai pendiri kerajaan Sriwijaya.

Dapunta adalah seorang anak Bajing Loncat “Perampok Besar” di daerah Lahat, Sumatera Selatan. Sebagai seorang anak Bajing Loncat, Sang Bapak menginginkan anaknya meneruskan profesinya sebagai kepala perampok.

Tetapi nasib berkata lain, sang anak memiliki mimpi yang harus dia kejar, dia ingin mengejar mimpi secepat larinya.

Sebagai  putra seorang perampok dan lingkungan yang tidak mendukung, tentu saja dia menemui banyak hambatan untuk mewujudkan cita-citanya, Dapunta menjadi terpinggirkan. Padahal bakat kecerdasan, dan bakat atletik sudah mendarah daging di tubuhnya.

Dibantu oleh NYIMAS (teman dekatnya), Pak DAMAR, seorang guru muda berbakat yang melihat potensi yang tak terbatas dari Dapunta, dan juga Husni sahabatnya, Dapunta pun mulai mengejar mimpinya.

Jenis Film : Drama
Produser: H. Dhoni Ramadhan
Produksi: Putaar Production + Pemprov. Sumsel
Dengan dukungan pemain-pemain kawakan, dan berpengalaman, maka film ini Sangat disarankan untuk ditonton bersama keluarga.
Berikut Nama-Nama Pemeran Utama Dari Film ini:
  1. Mathias Muchus
  2. Wanda Hamidah
  3. Lukman Sardi
  4. Agus Kuncoro
  5. Qausar Harta Yudana
  6. Siti Helda Meilita
Sutradara : Hanung Bramantyo
Penulis : Ben Sihombing

Lalu apa yang membuat film ini “harus” ditonton, khususnya “jeme semende dan sekitarnye” karena ini adalah sebuah film yang diangkat dari Sumatera Selatan, khususnya daerah Muara Enim, Lahat, Pagar Alam, Palembang. Berikut dengan keindahan alam daerah kita yang menurut saya sangat cantik dan mengagumkan.

Hempasan gemericik pantulan air dari curup tenang, hembusan udara perbukitan dan pengunungan yang menentramkan, suasana perkampungan yang menawarkan kepolosan warganya, sungguh menjadi cuplikan sebuah kehidupan yang damai di ujung sana.

Ya…. itulah sedikit deskripsi daerah kami, daerah pemilik blog ini, daerah yang masih ‘asri’ dan dialek yang kental yang terkenal dengan sebutan “bahasa besemah” disitulah kami lahir dan besar, disitulah tumpah darah kami pertama kali di dunia ini.

Lihat di sana… ada air terjun curup tenang, begitu indah menanti anda…. datanglah dan saksikan sendiri hempasan butir-butir air menerpa wajah ayu anda, wajah tampan anda, semoga kepenatan anda menjadi hilang dalam kerindangan pepohonan kopi dan jati yang berjejer di dekat air terjun tersebut….. Ajaklah anak-anak anda, berikan mereka kesan keindahan alam Nusantara Indonesia yang tiada duanya di  dunia.

Lihat kembali ke atas bukitnya…. anda akan temukan perkebunan kopi yang menjadi produk paling tren di desa kami, begitu anda sampai di desa kami, silakan anda beristirahat dengan nyaman terlebih dahulu di sebuah masjid di kampung  kami, kami akan senang menyapa anda.

Lihat juga bukit tunjuk, gunung Dempo di Pagar Alam, rasakan hawa pegunungan akan menyapa anda dengan ramah.

Itulah negeri kita, negeri para “Dapunta” wilayah Sumatera…

Anda mau ke daerah kami, hanya +/- 90 km dari ibukota Sumsel (Palembang), bisa dicapai dengan alat angkutan umum, ataupun dengan angkutan pribadi.  Ketika anda mau menggunakan angkutan travel, hanya membayar Rp. 70rb saja, anda akan kami antar ke daerah kami.

Begitu indahnya alam Indonesia, begitu bangganya saya menjadi penduduk Indonesia, terutama daerah Sumatera Selatan.

Curup Tenang

Salah Satu Tempat Dapunta Shooting Film

Baca lebih lanjut

Puluhan Hektare Sawah Terancam Kekeringan di Pajar Bulan Semende

Muara Enim, Pajar Bulan SDU– Bangunan irigasi Air Bantingan, Desa Pajar Bulan, Kecamatan Semende Darat Ulu, Muara Enim,  Rabu malam (9/11) longsor sepanjang 17 meter, sehingga mengakibatkan puluhan hektare sawah terancam kekeringan.

Informasi yang dihimpun, berawal pada  Rabu (9/11) petang  terjadi  hujan deras yang melanda desa tersebut yang mengakibatkan debit air melimpah masuk ke dalam irigasi.

Kondisi irigasi yang masih terbuat dari tanah tersebut tidak kuat menampung beban air yang masuk, sehingga irigasi amblas sepanjang 17 meter dengan kedalam 2 meter.

Menurut Kepala Desa Pajar Bulan Muflih, yang dihubungi Kamis(11/11), jika tidak segera dilakukan perbaikan, longsornya  irigasi tersebut membuat 37 hektar sawah terancam kekeringan dan dan tidak bisa digarap. Warga juga kesulitan mendapatkan air untuk mandi dan mencuci.

“Warga  desa telah  di kerahkan untuk membuat dinding sementara guna mengalirkan air. Tetapi karena masih musim hujan dikhawatirkan dinding buatan itu  tidak kuat dan longsor lagi, sehingga menimbulkan longsor yang lebih besar. Kami berharap pemerintah segera melakukan perbaikan dengan membangun irigasi yang permanen dari beton,” tambah Muflin.(Sahar)

Artikel Kiriman: khairul_amri67@yahoo.co.id
Sumber Berita: kabarserasan.com, Sumber Gbr Ilustrasi: suaramerdeka.com
 

SAPOET BENTE RIWAYATMOE KINI

Tahun 1980 an.  Syahdan terdengarlah satu kisah yang berasal dari satu daerah yang sangaaat jauh, badahnye di bawah bukit ijang, udaranya dingin menusuk tulang, maka masyarakat daerah itu punya kerajinan yang tidak dimiliki oleh daerah lain DI Indonesia bahkan di Dunia, nama kerajinan itu adalah mbuat SAPUT BENTE. Sebenarnya tidaklah terlalu sulit membuat saput bente. Dalamnya adalah karung Goni (kalau mau Tebal) lalu di tambal dengan berbagai  cepiran kain atau bekas potongan-potongan  kain. Jarum untuk menjahitnya pun harus spesial namanya adalah JAGHUM BENTE. Cukup besar untuk ukuran sebuah jarum.

Tebal tipis ukuran saput bente tergantung selera pemakai, ada yang sedang-sedang saja, ada yang super, artinya ketika seseorang tidur dia tidak dapat begerak lagi saking beratnya  saput bente made in sendiri tadi. Karena saput bente ini tidak diproduksi untuk ekspor jadi ukuran, corak dan warnanya tidak ditentukan, dan satu lagi keuntungan dari saput bente ini kita bisa memelihara KEPINDING (You Know kepinding?) Jenis binatang kecil beraroma cukup WAH untuk membuat kepala puyeng-puyeng jika mencium aromanya, kalau kita sedang tidur  berselimut bente tadi binatang ini suka menggelitik-gelitik bagian tubuh kita, akibatnya tubuh kita benjol-benjol dan merah-merah pada keesokan harinya. Habitat binatang ini adalah lipatan-lipatan yang terdapat  pada saput bente tadi, semakin banyak lipatan-lipatan biasanya semakin banyak  apik jurai kepinding dalam Saput Bente tersebut.

Tahun 2010,  Syahdan terdengarlah kabar “gembira” dari negeri yang jauh dibawah bukit ijang itu..Bahwa kini bukit sudah tidak ijang lagi, sudah berwarna warni, tukak disana gundul disini, masyarakatnya sudah melupakan kepinding penghias bente, besar kecil, tue mude, jande rande, sudah keranjingan dengan teknologi, ke sawah dan ke kebun, besiang atau njawat  sudah mengantongi tuyul (istilah jeme negeri bawah bukit untuk menyebut Hand Phone)  kadang lupa kerja karena sibuk bermain PISSBUUK. Tak ada lagi kerajinan mbuat bente, kepindingpun telah hengkang tersengat aliran listrik bertenaga panas bumi (Geothermal di Tanjung Laut dan Rantau Dedap) Penduduknya sudah semakin pintar, ada yang benar-benar pintar, ada yang pintar mbohongi rakyat, ada LSM yang cari lokak, karena mereka memplesetkan LSM dengan Lokak Senang Maju, Lokak Susah Mundur, ada yang semakin pintar musiman alias ngijon alias lintah darat  alias memeras orang ketika paceklik datang seperti sekarang. Dan ada-ada saja….

Negeri bawah bukit itu kini telah memulai peradaban baru. Baru untuk ukuran keduniaan, berbagai fasilitas masuk tak terbendung yang membuat anak-anak dan generasi muda malas ke langgar dan belajar mengaji..Oleh pemerintah didirikanlah puluhan sekolah-sekolah negeri tanpa diimbangi dengan pendirian madrsah dan sekolah-sekolah agama alasannya juge klise lain departemen,   dan tidak mustahil, tahun 2020 nanti. Tak terdengar lagi anak-anak dan orang muda yang bisa mengaji.

Negeri bawah bukit yang dulu tertinggal secara peradaban dunia namun terdepan dalam urusan agama akan terbalik, dahulu ketika masih terdapat banyak ulama dan fatwa mereka masih didengar karena bersesuaian dengan adat bisa jadi juga akan menjadi kebalikannya. Dahulu ketika ada yang hamil sebelum menikah menjadi aib dan nista tidak harus menunggu 2020 sekarang sudah menjadi lumrah. Dahulu…dahulu..dan dahuluu.. Maka orang muda akan bilang itu dulu, sekarang zaman sudah  maju..
Salam dari negeri bawah bukit

Oleh: Bapang Abigael

bapangabigael@yahoo.co.id

Referensi Ilustrasi: 1,2